Senin, 14 Januari 2008

Cerita Tentang Banjir….(bagian 1)

Cerita ini bukanlah seputar tentang apa penyebab banjir dan akibat yang ditimbulkan dari bencana ini. Bukan semacam itu. Tapi ini merupakan kisah pengalaman saya untuk pertama kali menjadi volunteer bencana banjir. Mungkin bagi sebagian orang, akan menilai mencari muka ketika saya bercerita di sini. Terserahlah teman-teman mau menilai saya apa. Satu hal yang pasti, yang saya lakukan ini belum apa-apa jika dibanding dengan teman-teman saya yang lain. Manu "Rasta Boy", Agus "Pres BEM yang membumi", Joko "Jendral Kenpachi", Dedy "lovely Kakom, yang ntar lagi mau lengser", mereka sampai mengorbankan kuliahnya (padahal lagi UAS lho...) untuk apa yang dinamakan Humanity. Untuk para korban di Lamongan di daerah Mojo Asem dan Datheng, yang di peta aja tidak pernah termuat, yang para Partai Politik atau Perusahaan atau organisasi nasional atau Internasional jarang mau mengunjungi kesana karena tempatnya sangat terpencil dan jarang ter-ekspose. Atau buat teman-teman seperti Rambo, Frans "Jenggo", dan lain-lain berani malu ketika harus ngamen buat cari dana. Jelas saya bukan apa-apa.

Baiklah cerita ini bermula ketika saya mendapat sms dari Arief "Skie" yang dibuka dengan bunyi "Marhaen menangis, dimana para Marhaenis". Dia mengajak untuk memberikan sumbangan berupa apa saja untuk para korban banjir. Hari itu, mumpung lagi dapat bonus sms, saya foward kepada teman-teman saya dengan menambahi mereka dapat mengumpulkan ke kos saya jika tidak tahu letak GMNI Komisariat Fisip Unair. Mungkin jika saya tidak dapat bonus, malas deh...buang-buang pulsa ke 10 orang. Kemudian ada beberapa teman yang menanggapi dengan memberikan sumbangan dengan datang ke kos saya, ada Tika, Tyas, Mbak Tini (mbak kos). Atau ada beberapa teman yang memfowardnya buat teman lain, seperti Andik. Saya tahu, orang macam apa Andik itu. Meski dia mengatakan "aku gak tau, Ndar. Bisa nyumbang apa gak". Tapi dia pasti nyumbang, entah dengan cara apa, soalnya Andik itu orang yang punya prinsip "kalau tangan kanan memberi, tangan kiri gak boleh tahu". Teman-teman yang saya sebutin diatas tadi memang orang yang luar biasa.

Kemudian, saya dimintai tolong saya Pak Presiden BEM buat cari dana ke dosen-dosen. Wuih...mungkin bagi orang-orang ini merupakan pekerjaan yang gampang. Tapi bagi saya, orang yang bertipe enggan memohon kepada orang yang belum akrab, bukan pekerjaan yang mudah pasti. Rasanya muka ini ada "stempelnya", apalagi ketika sebagain besar dosen enggan memberikan sumbangan karena telah menyumbang melalui Dekanat atau Rektorat. Isin Pek....Skie sampai berseloroh, "Kamu seh terlalu serius, jadi mukamu keliatan tegang". Mau bagaimana lagi, inilah saya. Salah memang, tapi saya akan terus berusaha mencoba berubah.
Ketika saya mendengar jika penggalangan dana ada yang dilakukan di perempatan dengan menggunakan kotak amal, saya langsung semangat buat ikut berpartisipasi di dalamnya. Eits....jangan menilai saya orang yang baik dulu. Saya hanya tidak mau kalah dengan teman-teman lain, yang begitu banyak memberikan kepeduliannya buat korban banjir. Saya itu gampang iri melihat orang bisa melakukan hal yang berarti. Dulu waktu SMA, saya melakukan penghijauan di sekolah, karena saya tidak ingin kalah sama SMA lain. Jadi jelas kan, kalau saya menolong korban banjir karena ada faktor lain. Entah kenapa ya, melakukan perbuatan yang tulus itu sulit sekali. Sering saya marah dengan diri sendiri "kok kamu begitu ya, Ndar. Kamu gak pernah benar-benar tulus melakukan sesuatu hal yang baik. Pasti ada tendensiusnya". Tuhan, tolong bantu aku, merubah sifat ini.

Ya...hari berikutnya saya akan bercerita tentang kegiatan saya waktu di Lamongan. Tunggu "Cerita Tentang Banjir" bagian kedua. Saya tidak tahu sampai bagian berapa "Cerita Tentang Banjir" ini selesai. Mungin sampai 4-5 cerita lagi. Sementara itu bagian ke-2 akan saya posting sebelum berangkat lagi ke Lamongan Jumat, minggu ini.


Tidak ada komentar: