Siebert, Peterson dan Schramm lewat bukunya yang berjudul Four theories of the Pers, diceritakan bagaimana media itu berfungsi di masayarakat. Teori pertama, Authorian Theory (Teori Pers Otoriter), diakui sebagai teori pers paling tua. Inti dari teori ini, pers merupakan alat pemerintah yang harus mendukung kebijakan dan mengabdi pada Negara. Kedua, Teori Libertarian Theory (Teori Pers Bebas) yang mencapai puncaknya pada abad 19. Pers dianggap harus bebas dari pengaruh pemerintah. Perusahaan pers semacam ini memang hanya diabatasi oleh sedikit aturan yang membatasi. Akibatnya, media massa hanya semacam alat untuk menciptakan keuntungan berupa materi bagi pemiliknya. Jadi, cenderung kurang sekali tertarik terhadap kepentingan masyarakat.
Teori ketiga, Social Responsibility Theory (Teori Pers Bertanggung Jawab Sosial). Media selain mempunyai kebebasan juga harus bertanggung jawab sosial terhadap masyarakat. Caranya, media tersebut mempunyai lima cirri sebagai berikut :
1. Media harus menyajikan berita-berita peristiwa sehari-hari yang dapat dipercaya, lengkap, dan cerdas dalam koteks memberikan makna.
2. Media harus berfungsi sebagai forum untuk pertukaran komentar dan kritik.
3. Media harus memproyeksikan gambaran yang benar-benar mewakili dari kelompok-kelompok konstituen dalam masyarakat.
4. Media harus menyajikan dan menjelaskan tujuan-tujuan dan nilai-nilai masyarakat.
5. Media harus menyediakan akses penuh terhadap informasi-informasi yang tersembunyi pada suatu saat.
Teori keempat, The Soviet Comunist Theory (Teori pers Komunis Soviet). Teori ini tumbuh dua tahun setelah revolusi Oktober 1917 di Rusia. Hampir mirip dengan teori otoriter, bedanya teori ini bertujuan untuk perkembangan dan perubahan masyarakat untuk mencapai kehidupan komunis.
Nah mencermati hal diatas, sebenarnya media masa saat ini berada pada posisi dimana? Saat ini, media massa menempati kedudukan seperti yang diungkapkan pada Teori Pers Bebas. Media massa sekarang sering digunakan untuk memenuhi kepentingan sang pemilik modal, entah itu pemerintah maupun swasta. Media massa tidak akan memuat berita atau informasi yang merugikan pemiliknya. Misalnya saja, Metro TV yang di pimpin oleh Surya Paloh jarang atau nyaris tidak pernah menayangkan bagaimana dampak negative dari Free Port bagi masyarakat Papua. Ini disebabkan karena, Surya Paloh juga memegang saham dari perusahaan multinasional tersebut.
Henry Subiakto pada seminar bertajuk “Peluang dan Tantangan Demokratisasi Informasi” tanggal 18 Desember 2007, dengan makalah berjudul “Ancaman Terhadap Demokrasi Penyiaran” berpendapat “Media massa, tidak lagi hanya dipandang sebagai kekuatan civil society yang harus dijamin kebebasannya, namun juga dilihat sebagai kekuatan kapitalis yang bisa mengkooptasi bahkan menghagemoni Negara sebagaimana sinyalemen Antonio Gramsci. Atau malah media massa justru berperan sebagai perpanjangan tangan kekuasaan Negara sebagaimana konsep ideological state apparatus dari Louis althusser”.
Jadi sangat sulit mewujudkan sebuah media massa yang benar-benar mampu menegakkan demokrasi. Karena, media massa tidak ada yang pernah benar-benar objektif menyikapi suatu masalah. Media massa memang bersifat independent tetapi berpihak. Entah itu berpihak pada pemerintah, pemilik modal, ataupun sekelompok masyarakat banyak bahkan segelintir orang.
