Sabtu, 01 Desember 2007
Kebebasan Berbicara
Keputusan juri telah bulat, Socrates filsuf gaek dijatuhi hukum mati dengan cara dipaksa minum racun. Dia di hukum mati karena sikapnya yang kelewat arogan dan sangat bebas mengeluarkan pendapatnya dengan mengatakan bahwa tidak ada seorang pun di dunia ini yang sebijak dirinya. Ya…kebebasan mengeluarkan pendapat sekarang ini telah menjadi semacam euphoria di negeri kita. ratusan, ribuan bahkan mungkin jutaan orang saling berebut mengeluarkan pendapat mereka masing-masing. Semuanya berbicara, saling menghujat, mengkritik. Politik, ekonomi, sosial ramai menjadi bahan pertimbangan. Hasilnya, muak, jenuh, pusing yang kita rasakan.
Memang semua orang bebas berpendapat, seperti yang tercantumkan dalam Declaration of Human Right pasal 19 ”setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas-batas”. Pastinya tidak terkecuali kita, generasi muda yang kata orang calon pewaris peradaban. Pertanyaanya, sudahkah kita menggunakan kebebasan berbicara dengan bijak? Jawabanya tergantung pada diri kita masing-masing.
Banyak diantara kita menggunakan kebebasan kita dengan topik-topik seputar kehidupan. Dari obrolan pamer HP terbaru dan tercanggih dengan fitur 4G, sampai kamera digital yang bisa dipakai saat menyelam hingga 200 m (hebat euy, buatan luar negeri, Indonesia kapan?”, dari rebonding sampai keriting (maksudnya mulut kita yang keriting). Entahlah, semua itu bisa dipandang Hedon atau bukan? Padahal tidak semua kaum muda Indonesia yang mampu mendapatkan semua itu. Bukan hal yang mustahil jika kelak ada pergeseran nilai ”kaya” dan ”miskin”. Kaya itu bagus, miskin itu buruk. Orang akan melakukan apapun juga agar dianggap orong kaya. Mulai yang hanya omdo (Omong Doang), ”Eh mamaku kemarin dari Kediri ke Surabaya naik Airbus 380” (Memangnya ada Rute pesawat Kediri-Surabaya? Memangnya ada pesawat Indonesia yang jenisnya Airbus 380?), hingga melakukan berbagai cara demi meraih kekayaan.bukan hanya melalui bekerja keras dan berhemat, tetapi juga dengan jalan yang tdak benar, mencopet misalnya.
Mencermati fenomena diatas bukan berarti kita dilarang cerita tentang seputar kehidupan kita. Buka mata, buka hati, buka pikiran, perhatikan kehidupan masyarakat sekitar kita. Jangankan untuk rebonding, potong rambut ke salon saja tidak mampu. Jangankan HP 4G, HP yang ukuranya sebesar batu bata saja belum pernah pegang.
Namun bukan berarti kita telah menggunakan hak berbicara dengan bijak meski yang kita omongkan adalah persoalan bangsa atau negara, dari tidak becusnya pemerintah menangani korupsi atau mungkin pencaplokan kekayaan dan budaya Indonesia oleh Malaysia (Hai...Malon, Malingsia....Kembalikan Batik, Reog, lagu rasa sayange dan jali-jali pada kami). karena sering kali kita hanya bisa menggonggong tidak bisa menggigit, hanya bisa mengkritik tanpa bisa memberi solusi yang terbaik dan mudah direalisasikan. Kadang kita hanya bisa menuntut ”Tolak kenaikan harga BBM”, tetapi kita tidak bisa atau lebih tepatnya belum bisa memberikan solusi kepada pemerintah bagaimana menghadapi kenaikan harga minyak dunia tanpa membuat keuangan negara tekor. Jhon F K pernah bilang (lebih tepatnya jiplak puisi KahlilGibran), ”Jangan tanyakan apa yang telah negaramu berikan, tapi tanyakan apa yang kamu telah berikan kepada negaramu”.
Semua pemuda di seluruh dunia berhak dan bebas berbicara mengeluarkan pendapat tanpa ada tekanan dari pihak manapun, termasuk juga pemuda Indonesia. . namun kebebasan itu bukanlah tanpa batas dan harus dipertanggungjawabkan. Freedom is not free. Tidak hanya asal bunyi dan tidak juga berbenturan dengan hak-hak orang lain. Mari kita gunakan kesempatan ini dengan bijak. Don’t waste change because change nevercome twice. (ditulis sebagai prasyarat masuk LPM Retorika Fisip Unair tahun lalu, dengan sedikit perubahan)
Memang semua orang bebas berpendapat, seperti yang tercantumkan dalam Declaration of Human Right pasal 19 ”setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima, dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara apapun juga dan tidak memandang batas-batas”. Pastinya tidak terkecuali kita, generasi muda yang kata orang calon pewaris peradaban. Pertanyaanya, sudahkah kita menggunakan kebebasan berbicara dengan bijak? Jawabanya tergantung pada diri kita masing-masing.
Banyak diantara kita menggunakan kebebasan kita dengan topik-topik seputar kehidupan. Dari obrolan pamer HP terbaru dan tercanggih dengan fitur 4G, sampai kamera digital yang bisa dipakai saat menyelam hingga 200 m (hebat euy, buatan luar negeri, Indonesia kapan?”, dari rebonding sampai keriting (maksudnya mulut kita yang keriting). Entahlah, semua itu bisa dipandang Hedon atau bukan? Padahal tidak semua kaum muda Indonesia yang mampu mendapatkan semua itu. Bukan hal yang mustahil jika kelak ada pergeseran nilai ”kaya” dan ”miskin”. Kaya itu bagus, miskin itu buruk. Orang akan melakukan apapun juga agar dianggap orong kaya. Mulai yang hanya omdo (Omong Doang), ”Eh mamaku kemarin dari Kediri ke Surabaya naik Airbus 380” (Memangnya ada Rute pesawat Kediri-Surabaya? Memangnya ada pesawat Indonesia yang jenisnya Airbus 380?), hingga melakukan berbagai cara demi meraih kekayaan.bukan hanya melalui bekerja keras dan berhemat, tetapi juga dengan jalan yang tdak benar, mencopet misalnya.
Mencermati fenomena diatas bukan berarti kita dilarang cerita tentang seputar kehidupan kita. Buka mata, buka hati, buka pikiran, perhatikan kehidupan masyarakat sekitar kita. Jangankan untuk rebonding, potong rambut ke salon saja tidak mampu. Jangankan HP 4G, HP yang ukuranya sebesar batu bata saja belum pernah pegang.
Namun bukan berarti kita telah menggunakan hak berbicara dengan bijak meski yang kita omongkan adalah persoalan bangsa atau negara, dari tidak becusnya pemerintah menangani korupsi atau mungkin pencaplokan kekayaan dan budaya Indonesia oleh Malaysia (Hai...Malon, Malingsia....Kembalikan Batik, Reog, lagu rasa sayange dan jali-jali pada kami). karena sering kali kita hanya bisa menggonggong tidak bisa menggigit, hanya bisa mengkritik tanpa bisa memberi solusi yang terbaik dan mudah direalisasikan. Kadang kita hanya bisa menuntut ”Tolak kenaikan harga BBM”, tetapi kita tidak bisa atau lebih tepatnya belum bisa memberikan solusi kepada pemerintah bagaimana menghadapi kenaikan harga minyak dunia tanpa membuat keuangan negara tekor. Jhon F K pernah bilang (lebih tepatnya jiplak puisi KahlilGibran), ”Jangan tanyakan apa yang telah negaramu berikan, tapi tanyakan apa yang kamu telah berikan kepada negaramu”.
Semua pemuda di seluruh dunia berhak dan bebas berbicara mengeluarkan pendapat tanpa ada tekanan dari pihak manapun, termasuk juga pemuda Indonesia. . namun kebebasan itu bukanlah tanpa batas dan harus dipertanggungjawabkan. Freedom is not free. Tidak hanya asal bunyi dan tidak juga berbenturan dengan hak-hak orang lain. Mari kita gunakan kesempatan ini dengan bijak. Don’t waste change because change nevercome twice. (ditulis sebagai prasyarat masuk LPM Retorika Fisip Unair tahun lalu, dengan sedikit perubahan)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar